this is me

this is me

Rabu, 27 April 2011


LABORATORIUM FARMASI FISIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA         


LAPORAN PRAKTIKUM
PERCOBAAN I
KELARUTAN














FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2007



BAB I
                                                   PENDAHULUAN              
I.1        Latar Belakang
Larutan memainkan peran penting dalam berbagai proses yang berlangsung dalam kehidupan kita sehari-hari. Di alam kebanyakan reaksi berlangsung dalam larutan air. Cairan tubuh manusia merupakan larutan dari beraneka ragam senyawa kimia. Tubuh menyerap mineral, vitamin, dan makanan dalam bentuk larutan. Semua zat makanan, sebelum disebarkan oleh darah ke seluruh tubuh, makanan tersebut diubah dahulu menjadi zat yang mudah larut. Tumbuh-tumbuhan mengambil makanan dan mineral dari tanah dalam bentuk larutan, lalu nutrisi ini akan diangkut dalam larutan air ke semua bagian jaringan tumbuhan tersebut.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Kelarutan adalah salah satu sifat kimia-fisika yang penting dari suatu zat obat, terutama kelarutan sistem dalam air.
Obat-obatan biasanya merupakan larutan air atau alkohol dari senyawa fisiologis aktif. Banyak reaksi-reaksi kimia yang dikenal, baik di dalam laboratorium atau di industri terjadi dalam larutan.    
I.2        Maksud dan Tujuan Percobaan
            I.2.1     Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami kelarutan suatu zat tertentu (obat)
            I.2.2     Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kategori kelarutan suatu zat tertentu.
I.3        Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah penentuan kategori kelarutan dari asam benzoat, asam salisilat, asetosal, dan teofilin dalam air, dengan dilarutkan (dalam air) hingga jenuh dan ditimbang hasil serbuk yang tidak larut (residu).  










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1       Teori Umum
Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran homogen dari dua zat atau lebih yang terdispersi sebagai molekul ataupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Disebut homogen karena komposisi dari larutan begitu seragam (satu fasa) sehingga tidak dapat diamati bagian-bagian komponen penyusunnya meskipun dengan mikroskop ultra. Dalam campuran heterogen permukaan-permukaan tertentu dapat diamati antara fase-fase yang terpisah (Koesman, 2007).
Suatu larutan terdiri dari dua komponen yang penting. Biasanya salah satu komponen yang mengandung jumlah zat terbanyak disebut sebagai pelarut (solven). Sedangkan komponen lainnya yang mengandung jumlah zat sedikit disebut zat terlarut (solut). Kedua komponen dalam larutan dapat sebagai pelarut atau zat terlarut tergantung komposisinya. Misalnya dalam alkohol 70% (70 : 30), maka alkohol merupakan pelarut dan air sebagai zat terlarut. Sedangkan dalam keadaan yang sukar ditentukan seperti alkohol 50% (50 : 50), karena jumlah kedua zat dalam larutan sama, maka baik alkohol maupun air dapat dianggap pelarut atau zat terlarut. Untuk campuran zat padat dalam air, seperti sirop 60% (60 : 40), kebanyakan orang memilih air sebagai pelarut karena air tetap mempertahankan keadaan fisiknya, dan gula sebagai zat terlarut karena berubah keadaan fisiknya (Koesman, 2007).
Dalam istilah kimia fisik, larutan dapat disiapkan dari campuran yang mana saja dari tiga macam keadaan zat yaitu padat, cair dan gas. Misalnya suatu zat terlarut padat dapat dilarutkan baik dalam zat padat lainnya, cairan atau gas, dengan cara yang sama untuk zat terlarut dan gas, ada 9 tipe campuran homogen yang mungkin dibuat (Ansel, 2005).
  Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi dibawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu (Martin, 1990).
Suatu larutan jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. Beberapa garam seperti natrium tiosulfat dan natrium asetat dapat dilarutkan dalam jumlah banyak pada temperatur yang semakin naik dan pada pendinginan, tidak akan membentuk kristal dari larutan. Larutan lewat jenuh seperti ini dapat dikembalikan ke larutan jenuh stabil dengan memasukkan kristal zat terlarut ke dalam larutan, dengan pengadukan yang teratur, atau dengan menggores dinding wadah. Keadaan  lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan adalah lebih mudah larut daripada kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk dan tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi (Martin, 1990).
Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu dapat diketahui dengan membuat larutan jenuh dariu zat itu pada suhu yang spesifik dan penentuan jumlah zat yang larut dalam sejumlah berat tertentu dari larutan dengan cara analisis kimia. Dengan perhitungan sederhana, dapat ditentukan jumlah pelarut yang dibutuhkan untuk melarutkan sejumlah zat terlarut. Kemudian, kelaruan dapat dinyatakan sebagai jumlah gram zat terlarut yang larut dalam sejumlah ml pelarut (Ansel, 2005).
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat, misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan dapat juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas, dan persen (Tim Penyusun, 2007).
Suatu sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi. Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik, ia pertama-tama harus berada dalam larutan. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari zat obat kurang dari yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutannya. Metode untuk membantu ini tergantung pada sifat kimia dari obat tersebut dan tipe produk obat di bawah pertimbangan. Sebagai contoh, jika zat obat adalah asam atau basa, kelarutan dapat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam pH (Ansel, 2005).    
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin, 1990).
 

II.2       Uraian Bahan
1.         Air suling (FI III, hlm 96)
Nama resmi           :       Aqua Destillata
Sinonim                  :       Air suling
RM/BM                    :       H2O/18,02
Rumus struktur       :       H – O – H
Pemerian              :         Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Penyimpanan         :       Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :       Sebagai pelarut
2.         Asam benzoat (FI IV, hlm 47)
Nama resmi           :       Acidum Benzoicum
Sinonim                  :       Asam benzoat  
RM/BM                    :       C7H6O2/122,12
Rumus struktur       :                   COOH
                                        
Pemerian               :        Hablur bentuk jarum, atau sisik , putih, sedikit berbau, agak menguap pada suhu hangat
Kelarutan               :        Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter

Penyimpanan          :      Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                :      Sebagai sampel
3.         Asam salisilat (FI IV, hlm 51)
Nama resmi           :       Acidum Salicylicum
Sinonim                  :       Asam salisilat  
RM/BM                    :       C7H6O3/138,12
Rumus struktur      :                   COOH
                                                        OH
                                                                                                    
Pemerian               :        Hablur putih, umumnya seperti jarum, atau serbuk putih, tidak berbau atau berbau lemah
Kelarutan               :        Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform dan dalam eter
Penyimpanan          :      Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                :      Sebagai sampel
4.         Asetosal (FI IV, hlm 31)
Nama resmi           :       Acidum Acetylosalicylicum
Sinonim                  :       Asam asetilsalisilat  
RM/BM                    :       C9H8O4/180,16

Rumus struktur       :                   COOH
                                                                 OH


 

                                                                 OCOH3                     
Pemerian               :        Hablur putih, umumnya seperti jarum, atau serbuk putih, tidak berbau atau berbau lemah
Kelarutan               :        Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform dan dalam eter
Penyimpanan          :      Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                :      Sebagai sampel
5.         Theofilin (FI IV, hlm 783)
Nama resmi           :       Theophyllinum
Sinonim                  :       Teofilin 
RM/BM                    :       C7H8N4O2.H2O/198,18
Pemerian               :        Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit, stabil di udara
Kelarutan               :        Sukar larut dalam air, tetapi lebih mudah larut dalam air panas
Penyimpanan          :      Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                :      Sebagai sampel

II.3       Prosedur Kerja
1.         Siapkan alat dan bahan
2.         Timbang bahan sebanyak 50 gram
3.         Larutkan bahan dalam 150 ml air suling
4.         Aduk campuran sampai kofein jenuh, kira-kira 5 menit lamanya
5.         Saring yang telah ditimbang sebelumnya
6.         Keringkan residu
7.         Timbang residu
8.         Hitung kelarutan kofein.













BAB III
METODE KERJA
III.1       Alat
1.         Aluminium foil
2.         Batang pengaduk
3.         Botol semprot
4.         Cawan porselin
5.         Corong
6.         Erlenmeyer                     100 ml            6 buah
7.         Gelas ukur                      10 ml               1 buah
8.         Kertas saring
9.         Timbangan analitik
10.    Oven
III.2       Bahan
1.         Air suling
2.         Asam benzoat
3.         Asam salisilat
4.         Asetosal
5.         Teofilin



III.3       Cara Kerja
1.      Disiapkan alat dan bahan
2.      Ditimbang theofilin sebanyak 2 gram pada timbangan analitik
3.      Dilarutkan dalam 30 ml air suling pada erlenmeyer 250 ml
4.      Diaduk (dihomogenkan) hingga teofilin jenuh, kira-kira 5 menit pengadukan
5.      Disaring endapan teofilin yang tidak larut dengan kertas saring yang telah ditimbang sebelumnya
6.      Jika residu masih tersisa pada erlenmeyer, dibersihkan dengan larutan hasil saringan yang ada pada erlenmeyer
7.      Dikeringkan residu dalam oven sampai pada suhu 105o C selama 30 menit
8.      Ditimbang rresidu pada timbangan analitik
9.      Dihitung kelarutan teofilin dan ditentukan kategori kelarutannya
10. Dilakukan hal yang sama untuk sampel lainnya (asam salisilat).







III.4       Skema Kerja

Timbang 2 gram teofilin

Larutkan dalam 30 ml aquadest

Homogenkan, hingga jenuh

Saring dengan kertas saring
(sebelumnya telah ditimbang)

Keringkan residu dalam oven selama 30 menit
Hingga suhu 105oC

Timbang residu

Hitung kelarutan teofilin

Tentukan kategori kelarutan teofilin

Lakukan hal tersebut di atas untuk
asam salisilat
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1     Data
           
KELOM-
POK
Asetosal
Asam salisilat
BA
(g)
BR
(g)
BZT
(g)
V
(ml)
BA
(g)
BR
(g)
BZT
(g)
V
(ml)
I
2,0003
1,9865
0,0138
30
2,0174
0,0962
1,9212
30
II
2,0189
1,7664
0,0525
30
-
-
-
-
III
2,6310
1,9900
0,6410
30
-
-
-
-
IV
-
-
-
-
2,0374
2,0511
1,9405
1,2216
0,0969
0,8295
30
30

KELOM-
POK
Asam benzoat
Theofilin
BA
(g)
BR
(g)
BZT
(g)
V
(ml)
BA
(g)
BR
(g)
BZT
(g)
V
(ml)
I
2,0351
1,6070
0,3481
30
-
-
-
-
II
2,0066
1,7347
0,2719
30
2,0215
2,3365
0.3150
30
III
2,6482
1,8662
0,7820
30
2,7081
2,2921
0,4160
40
IV
-
-
-
-
2,0606
1,8450
0,2156
30

Keterangan :              BA       : Berat Awal
                                    BR       : Berat Residu
                                    BZT     : Berat Zat Terlarut
IV.2     Perhitungan
Ø      Untuk theofilin
o       Berat sampel yang telah ditimbang = 2,6007 gram
o       Berat kertas saring = 0,7557 gram
o       Berat residu   = 2,6007 – 0,7557
= 1,845 gram
o       Berat zat terlarut (dalam 30 ml)
= berat awal –berat residu
= 2,0606 – 1,8450
= 0,2156 gram
o       Kelarutan        =
 X                        1
            =      
30                    0,2156

                                    0,2156    X     =          30
                                               
                                                                            30
                                                    X     =
                                                                       0,2156 
                                                           
                                                            =          139,146

Jadi, termasuk kategori sukar larut, yakni pada trayek 100-1000.



Ø      Untuk asam salisilat I
o       Berat sampel yang telah ditimbang = 2,7436 gram
o       Berat kertas saring = 0,8031 gram
o       Berat residu   = 2,7436 – 0,8031
= 1,9405 gram
o       Berat zat terlarut (dalam 30 ml)
= berat awal –berat residu
= 2,0374 – 1,9405
= 0,0969 gram
o       Kelarutan        =
 X                        1
            =      
30                    0,0969

                                    0,0969    X     =          30
                                               
                                                                            30
                                                    X     =
                                                                       0,0969 
                                                           
                                                            =          309,59

Jadi, termasuk kategori sukar larut, yakni pada trayek 100-1000.




Ø      Untuk asam salisilat II
o       Berat sampel yang telah ditimbang = 2,0304 gram
o       Berat kertas saring = 0,8088 gram
o       Berat residu   = 2,0304 – 0,8088
= 1,2216 gram
o       Berat zat terlarut (dalam 30 ml)
= berat awal –berat residu
= 2,0511 – 1,2216
= 0,8295 gram
o       Kelarutan        =
 X                        1
            =      
30                    0,8295

                                    0,8295    X     =          30
                                               
                                                                            30
                                                    X     =
                                                                       0,8295 
                                                           
                                                            =          36,166

Jadi, termasuk kategori agak sukar larut, yakni pada trayek  30-100.




BAB V
PEMBAHASAN
Kelarutan didefinisikan sebagai konsentarasi zat terlarut di dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu secara kuantitatif, namun secara kualitatif, kelarutan dideinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Jadi, pada dasarnya kelarutan itu menyatakan jumlah maksimum dari suatu zat terlarut yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu.
Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat, diantaranya adalah :
§         Pengaruh pH. Kelarutan asam-asam organik lemah (misalnya barbiturat dan sulfanamida) dalam air akan bertambah dengan naiknya pH. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik seperti alkaloida dan anestetik lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
§         Pengaruh temperatur. Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur, maka makin tinggi pula kelarutan
§         Pengaruh bentuk dan ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel dan makin kecil jumlahnya, maka kelarutan pun akan makin tinggi. Partikel dengan bentuk asimetri lebih mudah larut dari pada yang berbentuk simetri
§         Pengaruh jenis pelarut. Suatu pelarut akan lebih mudah melarutkan zat terlarut yang sifatnya sama/mirip (sejenis). Misalnya zat terlarut yang bersiat polar akan dengan mudah larut dalam pelarut yang bersifat polar
§         Pengaruh konstanta dielektrik. Konstanta dielektrik suatu campuran merupakan hasil penjumlahan tetapan dieletrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan persen volume masing-masing komponen pelarut, sehingga adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya
§         Pengaruh penambahan sulfaktan. Sulfaktan digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat. Jadi makin besar jumlah sulfaktan yang digunakan, makin tinggi kelarutan suatu zat.
Pada percobaan ini kita akan menentukan kategori kelarutan dari suatu zat, dimana kita menggunakan sampel antara lain asam salisilat, asam benzoat, asetosal, dan theofilin. Pertama-tama kita menimbang sampel masing-masing sebanyak 2 gram, lalu melarutkannya dengan 30 ml air suling di dalam erlenmeyer. Maksud dari digunakannya erlenmeyer dalam melarutkan sampel yakni karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah :
·        permukaan bawahnya yang tidak rata, sehingga jika dipakai   untuk melarutka1n maka zat-zat akan lebih cepat homogen
·        dapat memudahkan dalam menghomogenkan karena erlenmeyer dapat diputar searah
·        jika kita melarutkan zat-zat yang mudah menguap, maka erlenmeyer yang paling efektif sebab mempunyai “bagian mulut” yang kecil sehingga zat-zat yang menguap hanya dalam jumlah kecil
Setelah dihomogenkan dan diperoleh larutan yang jenuh (larutan yang jumlah zat terlarutnya telah maksimum, sehingga tidak dapat melarutkan zat terlarut lagi), yang ditandai dengan terpisahnya larutan yang jernih diatas endapan cairan, larutan kemudian disaring dengan menggunakan corong dan kertas saring (yang sebelumnya telah ditimbang dalam keadaan kosong). Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk memisahkan antara larutan sampel dengan residunya. Karena untuk mengetahui kelarutan (kategorinya) suatu zat maka harus mengetahui berapa banyaknya jumlah zat yang dapat dilarutkan dalam 30 ml air suling dan berapa banyak zat yang tidak dapat dilarutkan (residu). Maksud kita melarutkan sampel dalam 30 ml air suling ialah karena sampel yang telah ditimbang tidak dapat dilarutkan dalam 4 ml air suling yang seharusnya digunakan karena kita mengacu pada prosedur kerja yang melarutkan 50 gram sampel dalam 100 ml air suling. Dimana perbandingan 100 ml disini digunakan untuk lebih memudahkan dalam menghitung kelarutan dari sampel.
Setelah penyaringan, kita memperoleh larutan dari sampel dan residunya. Residu ini kemudian diovenkan dengan tujuan untuk mengeringkan sampel karena dikhawatirkan berat kandungan airnya akan berpengaruh terhadap nilai kelarutannya, dan dikeringkan dengan cara disebar pada suhu kamar maka akan memakan waktu yang relatif lama, disamping kemungkinan terkontaminasi sampel dengan debu serta uap air di udara. Selain itu bentuk awal dari sampel kita memang adalah serbuk.
Setelah kering, sampel kemudian ditimbang (beserta kertas timbang). Dimana diperoleh hasil berat theofilin adalah 2,6007 gram, asam salisilat I adalah 2,7436 gram, dan berat asam salisilat II adalah 2,0304 gram. Dan setelah dihitung maka diperoleh berat residu (setelah dikurangi dengan berat kertas saring kosong) untuk theofilin 1,945 gram, untuk asam salisilat I 1,9405 gram, dan untuk asam salisilat II adalah 1,9405 gram. Dari berat residu ini maka dapat dihitung berat zat yang dapat larut dalam 30 ml air, yaitu theofilin 0,2156 gram, asam salisilat I 0,0969 gram, dan untuk asam salisilat II 1,2216 gram.
Dengan mengetahui banyaknya zat yang dapat larut dalam 30 ml air, kita dapat menentukan kategori kelarutannya, dimana diperoleh hasil bahwa 1 bagian theofilin dapat larut dalam 139,146 bagian pelarut, 1 bagian asam salisilat I dapat larut dalam 309,59 bagian pelarut dan untuk 1 bagian asam salisilat II dapat larut dalam 36,166 bagian pelarut.
Dari hasil diatas maka theofilin dan asam salisilat I dapat dikategorikan ke dalam kategori sukar larut, yakni interval 100-1000 bagian pelarut untuk melarutkan 1 bagian zat terlarut, sedangkan untuk asam salisilat II termasuk dalam kategori agak sukar larut, yakni interval 30-100 bagian pelarut untuk melarutkan 1 bagian zat terlarut.Hasil ini jika dibandingkan dengan literatur (FI III), dimana dinyatakan bahwa kelarutan asam salisilat adalah larut dalam 650 bagian air, dan dalam 4 bagian etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dan dalam eter P, larutan amonium asetat P, dinatrium hidrogen fosfat P, kalium sulfat P, kalium sulfat P dan natrium sitrat P, menurut FI IV dinyatakan bahwa sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter. Larut dalam air mendidih. Sedangkan untuk theofilin, menurut FI III larut dalam lebih kurang 180 bagian air, larut dalam air panas. Larut dalam lebih kurang 120 bagian etanol (95%) P, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam amonia encer P, menurut FI IV sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam air panas. Maka hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa pada asam salisilat II telah terjadi kesalahan-kasalahan dalam praktikum. 
Faktor-faktor kesalahan pada percobaan ini antara lain :
·        Kesalahan dalam menghomogenkan sampel dalam erlenmeyer, dimana tidak semua bagian sampel yang terlarut dalam air
·        Kesalahan dalam mengeringkan, sehingga dalam sampel masih terdapat kandungan air
·        Kesalahan dalam penimbangan
·        Adanya kontaminasi sampel dari debu dan uap air di udara
Tabel : istilah kelarutan dalam FI III
Istilah-istilah kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan
Sangat mudah larut
Kurang dari 1
Mudah larut
1 - 10
Larut
10 - 30
Agak sukar larut
30 – 100
Sukar larut
100 – 1000
Sangat sukar larut
1000 – 10.000
Praktis tidak larut
Lebih dari 10.000
Aplikasi kelarutan dalam bidang farmasi antara lain digunakan dalam pembuatan larutan farmaseutika, dapat membantu dalam menentukan pelkarut yang tepet untuk sediaan obat, serta dapat digunakan untuk uji kemurnian.


















BAB VI
PENUTUP
VI.1     Kesimpulan
                        Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1.         kelarutan theofilin adalah 139,146 dan termasuk ke dalam kategori sukar larut dengan trayek 100 – 1000
2.         kelarutan asam salisilat adalah 309,59 dan termasuk ke dalam kategori sukar larut dengan trayek 100 – 1000.
VI.2     Saran
                        Sebaiknya diperhatikan ketersediaan alat-alat laboratorium.












DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Koesman, Rachmat, dkk. 2007. Bahan Ajar Kimia Fisika. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.

Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik, Edisi Ketiga. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Tim Penyusun. 2007. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.